Makan Bergizi Gratis, Investasi Jangka Panjang untuk SDM Unggul Menyambut Indonesia Emas 2045

MMCKalteng - Penguatan sumber daya manusia (SDM) unggul merupakan fondasi utama dalam mendorong kemajuan sebuah bangsa. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menempatkan agenda ini sebagai prioritas strategis untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, maju, dan berkeadilan. Salah satu instrumen utama yang dirancang guna mendukung visi tersebut adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program MBG tidak hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, khususnya anak-anak dan kelompok rentan, tetapi juga berfungsi sebagai katalis bagi peningkatan kualitas SDM serta penggerak ekonomi daerah melalui sirkulasi keuangan yang lebih merata dan mendorong pertumbuhan yang inklusif. Dengan jaminan asupan gizi yang layak, program ini diproyeksikan mampu melahirkan generasi yang sehat, cerdas, dan produktif sebuah prasyarat penting menuju Indonesia Emas 2045.
Baca juga : ASN Diskominfosantik Gunung Mas Ikuti Vaksinasi BoosterKetersediaan gizi berkualitas menjadi pijakan utama dalam mencetak SDM yang unggul. Optimisme menuju Indonesia Emas 2045 salah satunya bertumpu pada bonus demografi, yang baru dapat dimanfaatkan secara maksimal bila generasi mudanya memperoleh asupan nutrisi memadai. Namun demikian, persoalan serius masih dihadapi. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan prevalensi stunting masih berada pada angka 19,8%. Kondisi ini tentu menimbulkan dampak signifikan terhadap perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, hingga tingkat produktivitas generasi mendatang.
Dengan itulah program MBG hadir sebagai solusi konkret. Penyediaan makanan sehat dan bergizi di sekolah-sekolah diharapkan mampu memperkuat daya saing generasi Indonesia di kancah global, sekaligus memutus rantai masalah gizi antar generasi.
Lebih jauh, implementasi program ini juga melibatkan petani, peternak, serta nelayan lokal sebagai penyedia utama bahan pangan. Pola ini tidak hanya memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha kecil, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional melalui rantai pasok yang berkelanjutan.
Pengalaman internasional memperlihatkan bahwa program serupa telah memberikan hasil positif di sejumlah negara. Sebagai contoh, Brasil melalui program Bolsa Familia berhasil menurunkan angka stunting dari 19,5% pada tahun 2000 menjadi hanya 7% pada 2019.
Sementara itu, Jepang dengan School Lunch Program yang telah berjalan sejak 1947, terbukti mampu menekan angka stunting menjadi salah satu yang terendah di dunia. Menurut Global Nutrition Report 2024, prevalensi stunting di Jepang hanya sekitar 7,1%. Keberhasilan tersebut membuktikan bahwa intervensi gizi yang terencana, berkesinambungan, dan melibatkan multipihak dapat memberikan dampak jangka panjang terhadap kualitas SDM.
Sejalan dengan kebijakan nasional, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah juga menyelaraskan program MBG dalam kebijakan daerahnya guna mempercepat penurunan angka stunting dan gizi buruk. Implementasi dilakukan melalui sinergi antara pemerintah daerah, sekolah, serta pelaku usaha pangan lokal. Dengan memanfaatkan potensi pertanian dan perikanan setempat, Kalimantan Tengah tidak hanya mendukung pencapaian target nasional, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan daerah sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan meneladani keberhasilan negara lain serta menyelaraskan pelaksanaannya hingga tingkat daerah, Program MBG dapat menjadi fondasi utama untuk membentuk masyarakat yang sehat, keluarga yang berdaya, serta bangsa yang tangguh dan kompetitif di era global. Tanpa pemenuhan gizi sejak dini, mustahil bagi Indonesia melahirkan SDM unggul yang mampu menghadapi tantangan abad ke-21. (MTD)