Memahami Perbedaan Kritik dan Hinaan di Era Kebebasan Berpendapat (Bagian I)

MMCKalteng - Tulisan ini merupakan bagian pertama yang mengupas perbedaan antara kritik dan hinaan. Pada bagian berikutnya akan menjelaskan dasar hukum penghinaan serta cara membuat kritik konstruktif.
Di era kebebasan berpendapat yang semakin terbuka, masyarakat dihadapkan pada tantangan terbesar untuk menyampaikan opini ecara etis, konstruktif, dan solutif. Tidak jarang, niat seseorang untuk mengkritik justru berujung pada ujaran yang bernada menghina. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak orang yang belum mampu membedakan antara kritik dan penghinaan padahal, keduanya memiliki makna, tujuan, dan dampak yang sangat berbeda.
Baca juga : Bantu Penuhi Kebutuhan Pokok Masyarakat, Pemprov. Kalteng Gelar Pasar Murah Bersubsidi di KobarDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “menghina” diartikan sebagai merendahkan; memandang rendah (hina, tidak penting); memburukkan nama baik orang; menyinggung perasaan orang (seperti memaki-maki, menistakan). Sementara, “kritik” memiliki arti kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Mengkritik ialah mengemukakan kritik.
Secara umum, kritik bersifat positif karena bertujuan untuk memberikan tanggapan atau penilaian atas suatu tindakan dengan harapan adanya perbaikan. Sebaliknya hinaan cenderung memiliki makna negatif yang bertujuan untuk merendahkan atau memburukkan dengan motif-motif tertentu terhadap suatu tindakan. Penghinaan dapat menimbukan ketegangan, menggangu kesejahteraan psikologis, dan merusak relasi sosial.
Menurut pakar hukum UII Yogya Mudzakir dalam Seminar Nasional Relevansi Delik Penghinaan dan Hate Speech di Alam Demokrasi dijelaskan bahwa perbuatan kritik tidak identik dengan menghina, tetapi perbuatan menghina adalah perbuatan jahat, karena di dalamnya terkandung maksud jahat untuk menghina atau sengaja membuat orang lain terhina.
Salah satu perbedaan menghina dan kritik terletak pada tujuannya. Tujuan menghina selalu dilandaskan dengan niat buruk untuk memprovokasi, merendahkan, hingga merusak reputasi. Berbeda dengan kritik, biasanya betujuan untuk membantu memperbaiki kualitas terhadap suatu tindakan, memberikan prespektif baru secara objektif, dan terstruktur serta ilmiah.
Untuk memberikan kritik yang bermakna dan bertanggung jawab agar tidak terjerumus ke dalam penghinaan yang berujung mengujarkan kebencian, diperlukan dasar dalam menyampaikan. Kritik harus didasari data bukan asumsi belaka dan sentimen pribadi, memberikan solusi, menggunakan kosa kata yang santun, dan objektif.
Pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini memungkinkan siapa saja, di mana saja, menyampaikan isi pikiran secara terbuka kepada publik. Namun, kebebasan ini harus diimbangi dengan tanggung jawab moral dan sosial.
Kita tetap memiliki ruang untuk menyampaikan kritik sebagai upaya membangun dan memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus merendahkan atau menghina. Kritik memang sangat diperlukan, sebab lewat kritik itulah perbaikan bisa dilakukan. Namun demikian, dalam menyampaikan kritik, pilihan kata yang digunakan haruslah santun dan disampaikan dengan gaya bahasa yang sesuai dan tepat.
Akhirnya, semoga pemahaman kita mengenai perbedaan kritik dan hinaan semakin baik, sehingga kita dapat lebih bijak dalam berkomunikasi. Pada bagian selanjutnya, akan dibahas lebih lanjut mengenai dasar hukum yang mengatur tentang penghinaan. (MTD/edit: IAQ)