Menilik Makna Manas Lilis Lamiang Benda Pusaka Masyarakat Dayak Kalimantan Tengah

MMCKalteng - Bentuk geografis Indonesia sebagai negara kepulauan telah melahirkan beragam budaya yang tumbuh dan berkembang secara unik di setiap daerah. Salah satunya adalah budaya masyarakat Dayak di Kalimantan, yang hingga kini masih menjaga dan melestarikan berbagai tradisi leluhur, termasuk keberadaan benda pusaka sakral Kalimantan Tengah yang dikenal sebagai Lilis Lamiang.
Lilis lamiang adalah sejenis manik-manik berbentuk memanjang dengan potongan yang menyerupai dua buah limas yang disatukan pada bagian tengahnya. Di bagian tengah manik-manik ini terdapat lubang yang tembus dari satu ujung ke ujung lainnya. Lubang tersebut berfungsi sebagai tempat untuk memasukkan tali, sehingga lilis lamiang dapat dikenakan di pergelangan tangan atau dikalungkan di leher. Lilis lamiang terbuat dari batu agate yang berwarna merah dengan perpaduan buah batang garing.
Baca juga : Kasat Pol PP Kalteng Hadiri Apel Gabungan Bersama Gubernur, Bangkitkan Semangat Honorer Menuju PPPKSeiring berjalannya waktu, lilis lamiang kini tidak sekadar dikenakan sebagai kalung atau gelang saja, melainkan juga dipadukan dengan berbagai aksesori lain, termasuk sebagai pelengkap busana adat khas suku Dayak. Penggunaan lilis lamiang yang dipadukan dengan corak pakaian tradisional tersebut turut memperkaya unsur keindahan dan menambah nilai estetika dari busana adat Dayak.
Rabiadi dalam Makna Lilis Lamiang dalam Kehidupan Masyarakat (Asiah, Noor. dkk. 2024), lilis lamiang dianggap sebagai benda suci yang memiliki makna penting dalam berbagai upacara adat, sebab keberadaannya sangat berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran Hindu Kaharingan atau keyakinan mereka kepada Sang Pencipta. Sayangnya, tidak sedikit masyarakat saat ini yang kurang memahami atau bahkan tidak mengetahui makna dan nilai sakral dari lilis lamiang tersebut.
Lilis lamiang diyakini berasal dari buah pohon batang garing, yang juga dikenal sebagai pohon kehidupan, sehingga keberadaannya memiliki kedudukan istimewa dan dianggap suci di kalangan masyarakat adat Dayak. Karena itulah, lilis lamiang digunakan sebagai benda sakral yang selalu hadir dalam berbagai ritual adat suku Dayak (Riwut, 2012).
Dalam kepercayaan Dayak Kaharingan, lamiang dipercaya sebagai jimat penolak bala (bala berarti malapetaka) yang mampu melindungi pemakainya dari roh jahat, penyakit, hingga memperkuat jiwa. Lamiang juga menjadi perlengkapan wajib dalam upacara balian, sebagai tanda pengenal di hadapan roh leluhur dan penguat semangat bagi pemandu adat seperti tukang balian atau basir. Lamiang kerap digunakan sebagai penambah daya tarik atau perunduk, diyakini mampu memancarkan aura positif serta mendatangkan wibawa dan keberuntungan.
Lilis Lamiang berasal dari bua garing belum, atau yang dikenal sebagai buah kehidupan, yang menjadikannya bagian tak terpisahkan dari identitas budaya masyarakat Dayak. Keberadaan lilis lamiang tidak sekadar sebagai benda adat, melainkan simbol warisan leluhur yang terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus. Nilai dan makna sakral lilis lamiang tetap dijaga tanpa memandang perbedaan agama maupun keyakinan di dalam masyarakat. (MTD/Edit:ARK)