Masihkah Media Cetak Jadi Rujukan Informasi ?

Saya foto sebuah headline berita koran dan mengirimkannya di grup whatsapp jam 7 pagi, sontak seorang sahabat yang memang wartawan koran langsung merespon "Tumben, hari gini ada yang masih baca koran". Haha, sambil nyeruput segelas kopi saya balas chatnya "Tenang bro, orang seperti saya tetap percaya media mainstream, apalagi koran, dan akan tetap percaya jika para jurnalisnya tetap menjaga idealisme dan terus memperbaiki teknik maupun gaya penulisannya.
Sulit memang media cetak bertahan di dunia digital seperti sekarang, ada banyak informasi yang bisa kita dapatkan hanya bermodal handphone pintar yang sering lebih pintar dari penggunanya, bermodal paket data sekali pake dibuang.
Baca juga : Peserta Duta Wisata Indonesia 2018 Unjuk Bakat Tampilkan Tarian Khas DaerahSaya masih ingat komentar seorang jurnalis dalam sebuah liputan tentang perang Yugoslavia di Harian Kompas, saya masih SD waktu itu , tidak ingat nama jurnalisnya tapi komentarnya kira-kira begini, media cetak lebih banyak memaparkan fakta dari media elektronik, televisi sering menyembunyikan fakta.
Pernyataan jurnalis perang, puluhan tahun itu, ternyata masih relevan dengan kondisi saat ini. Survey Nielsen Consumer & Media View (CMV) kuartal III 2017 yang dilakukan di 11 kota dan menginterview 17 ribu responden, saat ini media cetak (termasuk Koran, Majalah dan Tabloid) memiliki penetrasi sebesar 8% dan dibaca oleh 4,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, 83%nya membaca koran. Alasan utama para pembaca masih memilih koran adalah karena nilai beritanya yang dapat DIPERCAYA.
Media cetak, jelas masih mendapatkan tempat dimata khalayak, ditengah himpitan tingginya bahan baku produksi, dan menjamurnya media digital.
Survey Nielsen (2017) juga memaparkan sebanyak 65% pembaca media cetak mengakses internet melalui Smartphone dan menghabiskan waktu dengan Internet hampir 3 jam setiap harinya, angka 65% persen bisa saja bertambah seiring kemajuan dan kecepatan internet, namun itu tidak berarti, media cetak akan ditinggalkan, walaupun itu juga bisa berarti media cetak akan tetap diminati.
Lalu Apa? Ya sudah saatnya jurnalis cetak tidak mudah menyerah, tidak hanya menjual sensasi, tapi konten yang mencerdaskan dan mempertahankan karyanya sebagai kiblat informasi yang terpercaya.
Caranya ? kembangkan potensi diri, ciptakan keragaman dalam pemaparan informasi, dan perdalam pembahasan dengan berbagai sumber akurat. Dari sisi personality, faktor Independensi, Kebenaran, Loyalitas pada masyarakat dan Verifikasi, empat dari sembilan elemen jurnalisme menurut Bill Kovach & Tom Rosenstiel wajib hukumnya untuk dijaga. Aspek kedalaman liputan masih jarang dilirik media elektronik, okelah ada beberapa program TV yang dibuat secara in debth tapi jam berapa tayangnya? masih kalah dengan acara joget alay dan reality show drama yang pesertanya dicasting dulu.
Lalu Siapa? para jurnalis cetak saja yang harus berubah? Oo tidak, kalian memang harus memperbaiki diri, tapi kami para pembaca juga mulai belajar untuk tidak percaya begitu saja informasi yang tersedia di media digital , dan melatih diri untuk tidak mencutikan nalar dalam memahami sebuah informasi, dengan tetap mencari berita pembandingnya, sembari menunggu informasi lebih terpercaya yang disediakan oleh para jurnalis cetak.
Minat baca pembaca media cetak tidak turun, hanya bertambah platform saja. Jadi, tolong tetap berikan unsur kedalaman dan keragaman informasi dalam tulisan, jaga rasa percaya kami, setidaknyà saya, pada hasil karya kalian, tetap berkualitas dan berkarakter :)
Salam Febrianto Budiman (febriantobudiman.blogspot.com)