Dari Pinggir Jalan ke Panggung Dunia: Kisah Inspiratif Muhammad Andi, Barberman dari Kalteng

MMCKalteng - Bali - Nama Kalimantan Tengah mendadak jadi buah bibir di kancah internasional, bukan karena sumber daya alamnya, melainkan berkat tangan dingin seorang pemuda bernama Muhammad Andi. Pria yang berprofesi sebagai tukang cukur atau barber ini sukses mengukir sejarah dengan menyabet juara satu pada ajang Barber Battle Internasional. Ia bukan hanya mengalahkan barber top dari Indonesia, melainkan juga menaklukkan pesaing dari luar negeri seperti Thailand dan Mongolia.
Di balik deru mesin cukur dan aroma pomade yang menguar dari Barbershop Bee miliknya, berdiri Muhammad Andi, seorang pria berambut rapi dan senyum hangat. Kisah hidupnya lebih tajam dari pisau cukur yang ia genggam.
Perjalanan dari Anak Punk Menuju Maestro Cukur
Tak ada yang menyangka, Andi memulai perjalanannya bukan dari kursi empuk barbershop modern, melainkan dari emperan toko tempatnya dulu tidur sebagai anak punk yang tak lulus SMP. Kamar sempit berukuran 3x4 meter di masa lalu jadi saksi bisu ia memulai langkah. Ia belajar memangkas rambut bukan untuk uang semata, melainkan sebagai bagian dari ekspresi komunitas dan solidaritas.
"Saya dulu tidur di jalan, ikut konser, bantu teman-teman bikin model rambut mohawk atau dicat warna-warni," kenangnya, duduk santai di salah satu tokonya di pinggiran Pasar Kahayan, Palangka Raya.
Namun, usia membawa perubahan. Melihat orang tua yang kian menua dan kebutuhan hidup yang tak bisa ditunda, Andi memutuskan untuk berbenah. Ia hijrah ke Palangka Raya bersama sang istri, bermodal nekat merintis usaha pangkas rambut. Dua tahun pertama nyaris tanpa hasil, namun Andi pantang menyerah. Ia mengumpulkan uang, mengikuti berbagai pelatihan, seminar, dan workshop di berbagai kota. Ia belajar membenahi pelayanan, manajemen, bahkan interior barbershop-nya.
Lambat laun, Barbershop Bee tumbuh jadi tempat yang diperhitungkan. Kini, ia sukses membuka lima cabang Barbershop Bee di Palangka Raya, sekaligus menciptakan lapangan kerja untuk anak muda yang dulu bernasib serupa dengannya.
"Saya rekrut anak-anak muda yang gak punya ijazah, tapi mau belajar. Mereka saya latih dari nol," ujarnya penuh semangat.

Enggang Emas dari Tangan Sang Juara
Titik baliknya terjadi saat ia memutuskan mengikuti kompetisi barber internasional di Bali. Dengan keberanian dan kecintaannya pada budaya lokal, ia mengusung tema budaya Dayak dalam potongan cukurnya. Puncaknya, ia menciptakan siluet burung enggang, ikon khas Kalimantan Tengah, pada salah satu karyanya.
Konsep unik dan penuh makna itu berhasil menarik perhatian enam juri dari luar negeri. Andi keluar sebagai juara pertama, mewakili Indonesia secara mandiri, tanpa sponsor, tanpa bantuan pemerintah.
"Saya bikin atribut sendiri, sewa kostum Dayak Rp500 ribu per hari. Proposal ke pemerintah gak tembus karena alasan teknis," katanya sambil tertawa getir, mengenang perjuangan beratnya.
Namun, kerja keras tak pernah mengkhianati hasil. Tangis pecah ketika namanya disebut sebagai juara. Teman-teman barber dari Kalimantan berpelukan haru, dan istrinya yang menonton dari rumah ikut menangis bangga.
Di usia 37 tahun, Muhammad Andi membuktikan bahwa siapa pun bisa bersinar, bahkan mereka yang pernah hidup di pinggir jalan. Kini, Andi terus bergerak. Ia ingin lebih banyak melatih barber muda, membawa semangat lokal ke panggung internasional. Mimpinya tak berhenti di podium kemenangan, tapi pada lahirnya generasi baru yang percaya bahwa hidup bisa berubah lewat keterampilan dan semangat.
"Saya bukan siapa-siapa. Tapi saya yakin, kalau kita kerja keras dan tetap kreatif, peluang akan datang. Ini bukan akhir, justru awal yang baru," tuturnya.
Muhammad Andi bukan sekadar tukang cukur. Ia adalah simbol harapan, bahwa dari ruang kecil dan masa lalu yang kelam, cahaya bisa muncul dan bersinar hingga panggung dunia, mengharumkan nama Kalimantan Tengah. (TRA/edit: IAQ/Foto: Andi)